
Cerpen Karya Zahra Siti Alfiah (XII OTKP 2)
Falling Love With You
Ada yang bilang masa SMA adalah masa masa paling indah. Pernyataan itu berlaku untuk seorang gadis cantik bernama Allessia Kiara. Di tempat itu enam tahun yang lalu dia menemukan cinta pertamanya. Seorang pemuda tampan bernama Sakala berhasil membawa Kia ke dalam manisnya kisah kasih masa sekolah.
Kenangan masa sekolah yang selalu mengusiknya hingga kini dia berusia 23 tahun. Pemuda tampan yang berhasil mengambil hatinya kini hanya tinggal nama. Meninggalkan berjuta kenangan yang tak bisa Kia lupakan.
Di bawah langit senja Kia berdiam diri di taman belakang rumahnya. Dia memeluk sebuah album foto berwarna merah, menatap kosong hamparan rumput di depannya. Pikirannya dipenuhi oleh Sakala, cinta pertamannya.
***
6 tahun yang lalu
Tepat di hari penerimaan siswa baru, Kia yang menjabat sebagai anggota Osis sedang disibukkan dengan kegiatan penerimaan siswa baru. Dia berjalan ke sana kemari dengan kertas presensi di tangannya. Dia mendapat tugas mengoordinasi kelompok sembilan, namun anggota kelompoknya belum lengkap. Ada tiga orang yang belum masuk ke barisan.
“Harsa, Rio, dan Sakala… di mana mereka?” Kia mencari mereka ke kelompok lain, namun tetap tidak menemukannya. Saat sedang fokus mencari, suara dering ponsel mengagetkannya. Dengan segera dia membuka pesan yang dikirimkan rekannya.
Rafisqy MIPA-2
Harsa sama Rio sudah di sini, cari Sakala aja!!
Kalo bisa cepat, acaranya sudah mau dimulai!!
Pikirannya sedikit tenang saat dua orang yang dia cari sudah berada di tempatnya. Hanya satu lagi, tapi dia tidak tau harus mencarinya ke mana. Saat akan melangkahkan kakinya kembali, seseorang menghentikan niatnya.
“Permisi kak, kelompok sembilan di mana ya?” Kia menatap orang di depannya. Sebuah name tag dengan nama Sakala terpampang jelas di sana.
“Ikut aku!!” Kia menarik lengan yang lebih muda, membawanya pergi dengan langkah tergesa.
“Kak aku tanya kelompok sembilan di mana, kenapa malah ditarik?”
“Kamu ada di kelompokku, dari tadi aku cari kamu ga ketemu-ketemu taunya keluyuran.” Sakala melotot kaget, dirinya tidak terima dituduh keluyuran.
“Aku ga keluyuran, aku ga tau kelompok sembilan di mana makanya aku salah masuk barisan.”
“Alasan, jadi orang kok hobi nyusahin.”
“Ga percayaan, aku benaran kesasar ya.”
“Iya-in biar cepet.”
Mereka sampai di kelompok sembilan tepat sebelum acara dimulai. Seperti acara penerimaan siswa baru pada umumnya, acara diisi dengan sambutan-sambutan hingga pengenalan lingkungan sekolah.
Istirahat makan siang Kia dan Rafisqy atau yang lebih akrab dipanggil Kiki sedang duduk di bangku yang berada di pinggir lapangan.
“Capek banget deh, gila” Kia sibuk mengelap keringat yang menetes menggunakan tisu.
“Iya bener, mana panas banget lagi” Kiki memakai kertas di tangannya sebagai kipas.
“Pengen yang dingin-dingin tapi males ke kantin”
“Lo mah kebiasaan, pengen tapi males” kata Kiki dengan tangan yang sibuk memainkan ponsel nya.
“Gue duluan ya, mau ketemu Hanna” tanpa menunggu respon sang lawan bicara Kiki langsung bergegas pergi.
Kia membereskan kertasnya, berniat ke ruang Osis. Namun sebelum dia berdiri seseorang mengulurkan sekaleng minuman dingin.
“Apa?” Kia menatap orang di depannya dengan tatapan bingung.
“Buat kakak.”
“Nyogok nih ceritanya?!” Kia mengambil minuman itu dari tangan sang adik kelas, lumayan ga usah ke kantin sudah dapat minuman dingin.
“Anggap aja permintaan maaf!” Saka duduk di samping Kia.
“Terima kasih.”
“Kakak masih marah?”
“Ya iyalah, dikira ga capek apa keliling sekolah cuma buat cari anak bandel kayak kamu.” Saka mengangkat tangannya lalu berlutut di depan Kia.
“Maafin Saka!!”
“Kamu ngapain? Berdiri!!” mereka berada di lapangan, Kia tak mau dituduh bully anak orang.
“Enggak, sebelum kakak maafin aku.”
“Iya dimaafin, berdiri sekarang! Malu tau dilihat orang.”
“Ga ikhlas banget maafin nya.”
“Habisnya kamu ngeselin banget.”
“Kakak lucu deh.”
“Lucu? Dikira lagi ngelawak?”
“Marah nya kakak lucu.”
“Buaya dasar, bye mau ngadem.” Kia berjalan pergi meninggalkan Saka yang diam diam tersenyum.
***
Sudah sebulan sejak hari penerimaan siswa baru. Setiap hari Sakala selalu muncul di sekeliling Kia. Setiap keduanya sedang berada di tempat yang sama pasti ada saja hal yang dijadikan masalah. Namun tak bisa dipungkiri bahwa keduanya cukup dekat satu sama lain.
Terlihat jelas bahwa Saka sedang melakukan pendekatan kepada Kia. Namun Kia selalu bersikap tidak peduli dan menganggap Saka hanya gabut sehingga mengganggu hari-harinya. Seperti saat ini, Kia sedang berada di kantin bersama dengan Kiki dan Hanna. Ada Lea dan Justin juga, mereka berdua seumuran sama Saka.
“Tuan putri kok belum pesan makanan?” Saka datang menghampiri meja kelimanya lalu duduk di depan Kia. Kia menatap Saka tajam, pasalnya di antara mereka hanya dirinya yang belum memesan makanan.
“Mau dipesanin makanan?”
“Ga, gue punya kaki.” Kia langsung pergi meninggalkan meja.
“Galak banget deh tuan putri.” Setelah kembali Kia langsung memakan makanannya, masih dengan tatapan tak bersahabat dengan Saka.
“Jangan galak galak Ki! Kasian anak orang.” kata Hanna.
“Salah sendiri nyebelin, kan gue kesel.”
“Kesel apa kesel?” tanya Justin.
“Jangan denial kak!” Lea ikut menimpali.
“Yang denial juga siapa.”
“Han kemarin kayak nya ada yang bilang gini deh, ‘dia itu sebenarnya serius ga sih sama aku’ apa aku salah dengar ya Han?” kata Kiki.
“Aku juga dengar kok, mana ngomong nya sambil mukanya dibikin melas gitu kan?”
“Iya kayaknya berharap banget deh Han.”
Kia menatap tajam kedua temannya. Yang dibicarakan keduanya adalah Kia, iya Kia sudah terbawa perasaan pada Saka. Namun sampai detik ini Saka tidak pernah benar benar serius dengan ucapannya. Kia jadi ragu Sakala benar benar suka atau hanya bercanda.
“Itu kakak kan?”
“Ga, sok tau banget sih lo.” Kia bergegas pergi.
“Gas aja lah Sa, dia emang suka denial.”
Pulang sekolah Saka menunggu di dekat kelas Kia. Dia berencana mengantar pulang sang pujaan hati. Kebetulan juga rumah mereka searah. Tak perlu menunggu lama Kia berjalan keluar dari kelasnya.
“Ngapain kamu di sini?”
“Mau ketemu kakak, emang ga boleh?”
“Ga.”
“Si kakak galak banget.”
“Sakala stop ganggu aku!”
“Daripada marah marah mending pulang bareng! Aku bawa dua helm.”
“Ga, gue bisa pulang sediri.”
“Ayolah kak!”
“Enggak, kamu mending jauh jauh deh! Kamu cuma jadi pengganggu di hidup aku.”
“Sebegitu ga suka nya ya kakak sama aku? iya aku pergi sekarang.” Sakala melangkahkan kakinya menjauh. Kia menatap punggung Saka dalam diam.
“Aku sudah keterlaluan banget sama dia.” tanpa berpikir panjang Kia langsung menyusul Saka ke parkiran. Untungnya Saka belum meninggalkan parkiran.
“Katanya ga mau pulang bareng?”
“Setelah aku pikir-pikir mending bareng kamu, hitung-hitung hemat ongkos.”
“Nih pakai helm nya!”
***
Dua minggu sudah sejak kejadian pulang bareng. Dan sejak saat itu mereka selalu berangkat dan pulang bersama. Keduanya terlihat semakin dekat, Kia juga tidak pernah marah-marah lagi. Saat ini sekolah mereka pulang cepat, Saka berniat mengajak Kia jalan-jalan.
“Ayolah kak, mau ya!”
“Males Sa, pengen pulang terus tidur.”
“Sekali kali lah kak, jarang-jarang kita pulang cepat.”
“Kamu tau kata males ga sih? Aku capek pengen istirahat.”
“Benaran capek atau emang ga mau jalan sama aku?”
“Ya benaran capek lah.”
“Ga percaya, pokoknya kakak harus mau! ga ada penolakan.”
“Pemaksaan kamu.”
Setelah perdebatan kecil tadi, mereka benar-benar pergi jalan. Mereka pergi ke taman yang sedang digunakan untuk pameran.
“Mau jajan ga?”
“Ga.”
“Kakak marah ya, maaf sudah paksa kakak. Apa kita pulang aja?”
“Sudah sampai sini juga, tanggung kalo pulang.”
“Ya sudah aku ikut mau nya kakak aja sekarang.”
“Karena kamu yang ajak aku kesini, kamu harus beli jajan yang banyak buat aku.”
“Beli aja kak! Beli semuanya sekalian kalo mau.”
Setelah membeli beberapa makanan mereka duduk di salah satu bangku yang ada di taman. Kia benar benar menguras isi dompet Saka. Saka menatap Kia yang sibuk dengan makanannya.
“Kamu ga makan?”
“Kakak aja.”
“Kamu pikir aku sanggup makan makanan sebanyak ini? Aku minta semua ini biar bisa makan berdua sama kamu.” Kia menyodorkan makanan ke mulut Saka.
“Buka mulut!” Saka langsung membuka mulutnya, kapan lagi Kia mau menyuapinya.
“Kak mau lagi.” Saka kembali membuka mulutnya.
“Makan sendiri lah, punya tangan kan?” Saka mengerucutkan bibirnya mendengar perkataan Kia.
“Aku tinggal bentar ya!”
“Mau ke mana? Awas kalo kamu tinggal aku di sini.”
“Enggak kok tenang aja, cuma bentar kok.” Saka langsung bergegas pergi, tak butuh waktu lama dia kembali ke tempat Kia.
“Sudah selesai makannya?”
“Sudah, emang kenapa?”
“Pulang sekarang aja yuk!”
“Buru-buru banget, ada janji sama siapa?” Kia menatap Saka curiga.
“Ga ada, cuma pengen pulang aja.”
“Ya sudah ayo!” Mereka sampai di depan rumah Kia. Saat Kia akan membuka gerbang, Saka menghentikannya.
“Kak bentar!”
“Kenapa?” Saka mengeluarkan gelang couple dari saku jaket.
“Tadi aku beli gelang ini, yang satu mau aku kasih kakak tapi ada aturannya.”
“Pakai gelang aja ribet banget.”
“Ga ribet kok kak, kalau kakak pakai gelang ini kakak resmi jadi pacar aku. Jadi kalo kakak terima, kakak pakai ya! Kalau kakak ga mau ga usah dipakai, disimpan aja!”
“Kamu kenapa sih Sa?”
“Kakak pasti tau perasaan aku seperti apa, kakak orangnya peka ga mungkin ga sadar.”
“Tapi Sa…”
“Aku ga mau jawaban langsung dari kakak, aku cuma mau jawaban dari gelang itu.” Saka tersenyum manis. “Aku pulang dulu ya kak.”
Setelah Saka meninggalkannya di depan gerbang. Kia menatap lekat gelang berwarna hitam di tangannya.
“Aku harus bagaimana?”
***
Hari ini Kia berangkat lebih pagi dari biasanya. Dia sengaja menghindar dari Saka. Dia masih bimbang antara memakai gelang pemberian Saka atau tidak. Saat istirahat pun Kia sengaja tidak ke kantin. Dia belum siap bertemu dengan Saka. Dia masih ragu apakah Saka serius dengan perasaannya.
Niat hati mau pulang duluan supaya tidak bertemu dengan Saka, eh nasib sial berpihak padanya. Dia bertemu Saka di tangga. Kia berusaha bersikap seolah tidak melihat Saka tapi tangannya lebih dulu ditahan. Saka membawa Kia duduk di salah satu bangku koridor.
“Kak Kia, kakak hindari aku?”
“Enggak kok.”
“Terus kenapa tadi berangkat duluan?”
“Aku… ada jadwal piket.”
“Jadwal piket kakak kan hari rabu, ini hari jumat loh.”
“Oh aku gantiin teman ku yang ga bisa masuk.”
“Kakak mau bohong sama aku? Tadi jadwal aku keliling isi presensi loh dan kelas kakak masuk semua.” Kia hanya diam mendengar perkataan Saka.
“Kakak sengaja menghindar dari aku, kenapa?” Saka menggenggam tangan Kia, dia menunduk sekilas lalu kembali menatap Kia.
“Aku sudah tau jawabannya.” perlahan Saka melepas genggamannya. “Aku pulang duluan ya kak.” Saka berjalan menjauhi Kia.
“Sakala tunggu!”
“Kenapa kak? Mau pulang bareng? Kalo begitu ayo.” Kia mendekat ke arah Saka, lalu memberikan kembali gelang itu ke pemiliknya.
“Kenapa dikasih aku? Kalo kakak ga mau nyimpan dibuang aja!”
“Bukan ga mau, tapi…” Kia menggantungkan kalimatnya. Saka menatap bingung, aneh sekali kakak kelas kesayangannya ini.
“Aku mau pakai ini, tapi yang pakaiin kamu.” kata Kia lirih. Saka yang mendengar itu langsung tertawa.
“Mana sini aku pakaiin.” Saka mengambil gelang dari tangan Kia dan langsung memakaikannya ke pergelangan tangan yang lebih tua.
“Kak Kia lucu banget sih, jadi makin cinta.” Saka mengusak rambut Kia.
“Kamu benaran cinta sama aku?” dengan segera Saka menganggukan kepalanya lalu memeluk pacar barunya.
“Jangan tinggalin aku!”
“Iya ga tinggalin kamu kok.”
***
Hubungan mereka berjalan dengan baik, tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Sebentar lagi Kia akan lulus SMA. Dan itu tandanya Kia dan Saka akan jarang bertemu.
“Ga terasa ya kak ternyata sudah lama kita menjalani hubungan ini.”
“Iya Sa, aku ga menyangka kita bisa bertahan sampai saat ini.”
“Kak kalau aku punya permintaan bakal kakak kasih ga?”
“Mau apa?”
“Aku mau liat kakak bawa sertifikat pelajar terbaik saat kelulusan nanti. Kalau kakak berhasil bawa pulang itu aku ada hadiah buat kakak.”
“Oke deal, kamu benaran kasih aku hadiah kan?” Saka mengangguk.
“Iya, hadiahnya masih rahasia tapi.”
Hari demi hari mereka lalui, mereka lebih sering menghabiskan waktu bersama. Entah Kia menemani Saka bermain futsal atau Saka yang menemani Kia belajar. Seperti saat ini, keduanya sedang berada di kamar Kia. Kia sedang sibuk belajar dengan Saka di sebelahnya.
“Hari kelulusan sudah deket ya ternyata.”
“Haha iya nih, gimana kalo aku ga dapet itu?”
“Aku yakin kakak pasti dapet, semangat!”
Kia melanjutkan belajarnya, namun ada yang aneh karena Sakala lebih banyak diam.
“Kamu kenapa? Pucat banget.”
“Kaya nya aku kurang tidur, kepala aku pusing.”
“Kamu tiduran di kasur aja ya!”
“Mau temani kakak aja.”
“Kasurnya keliatan loh Sa dari sini.” Saka menggeleng lalu meletakkan kepalanya di atas meja.
“Ya sudah sini tiduran di paha aku aja!” Kia menarik Saka mendekat, membaringkan kepala Saka di pahanya. Kia lanjut belajar dan Saka mulai tertidur.
Sekitar satu jam kemudian Kia menyelesaikan kegiatan belajarnya. Dia memperhatikan Sakala yang sedang tertidur. Sepertinya posisi tidur Saka sangat tidak nyaman. Kia menepuk pelan pipi Saka.
“Sa bangun yuk! Pindah tidurnya.” Saka mengerang pelan lalu membuka matanya.
“Kakak sudah selesai?”
“Sudah, ayo pindah ke kasur aja!” Saka bangkit lalu berjalan ke kasur Kia. Kia membereskan bukunya lalu menyusul Saka.
“Kak mau peluk.”
“Iya sini peluk, tumben kamu manja banget.” Kia memeluk Saka yang kembali memejamkan matanya. Tapi tunggu, ada yang aneh dengan badan Saka.
“Saka kamu demam?” Kia menyentuh leher dan dahi Saka, benar saja rasanya panas.
“Saka minum obat dulu ya!”
“Ga mau, peluk kakak aja nanti sembuh sendiri.”
“Ga bisa begitu dong Saka, minum obat dulu ya! Nanti peluk lagi.” Saka menggeleng, mengeratkan pelukannya. Kia mengalah, Saka itu keras kepala apa lagi kalau sedang sakit.
Saat dirasa Saka benar benar terlelap, dengan perlahan Kia melepas pelukannya. Dia pergi mengambil air hangat dan kompresan.
“Kebiasaan banget kalau sakit ga pernah bilang, kalau kaya gini yang khawatir siapa?” dengan telaten Kia mengompres Saka. Hari sudah malam dan Saka tidak mungkin pulang naik motor dalam keadaan seperti ini.
***
Hari ini adalah hari kelulusan. Seperti yang diharapkan Saka, Kia berhasil mendapatkan sertifikat pelajar terbaik. Kia sedang menerima sertifikat itu di atas panggung, senyum cerah terus terpancar di wajahnya. Matanya terus mencari sosok kekasihnya di bangku penonton. Namun sosok yang dicarinya tak kunjung terlihat.
Setelah turun dari panggung Kia segera menghampiri Lea. Lea itu sepupunya Saka, siapa tau dia mengetahui keberadaan Saka. Kia pikir Saka sedang menyiapkan hadiah untuknya seperti janjinya waktu itu.
“Kak Kia selamat ya.”
“Makasih Lea. Oh iya Saka ke mana ya dari tadi aku belum liat dia.”
“Ikut aku yuk kak! Kita ketemu Saka.” Kia mengikuti Lea dari belakang.
Mereka telah tiba di tempat tujuan.
“Kenapa ke rumah sakit? Keluarga Saka ada yang sakit?”
“Ayo kak!” Lea menggandeng tangan Kia, membawa gadis cantik itu ke sebuah ruang rawat. Saat keduanya masuk, mereka melihat orang tua Saka di dalam. Dan Saka yang berbaring di atas ranjang.
“Kia.” Mama Saka memeluk Kia erat.
“Ini ada apa ya tante? Sakala kenapa?”
“Kami keluar dulu ya.” Kia semakin bingung saat dirinya ditinggal di dalam ruang rawat.
Kia berjalan mendekat ke arah Saka, dengan piala dan sertifikat di tangannya. Pegangan pada dua benda itu terlepas begitu saja saat melihat wajah pucat Saka.
“Saka.” Kia mengelus pipi Saka, dingin rasanya sangat dingin.
“Sakala.” Kia meneteskan air matanya. Dia langsung memeluk tubuh kaku sang kekasih. Perasaannya hancur melihat orang yang begitu dia cintai terbaring tak bernyawa di depannya.
“Hiks… kenapa Sa? Kenapa kamu berikan ini padaku? Hiks… jika aku tau ini hadiah yang kamu janjikan, aku ga akan menyetujui perjanjian itu.” Kia semakin terisak dengan posisi memeluk Saka.
“Sakala bangun!!! kamu janji ga akan tinggalin aku.”
“Saka… kamu belum penuhi janji-janji kamu, jangan pergi!!”
“Saka aku benaran marah kalau kamu ga buka mata sekarang!! Buka mata kamu Saka!!” tangisan Kia semakin menjadi, orang tua Saka dan juga Lea juga ikut bersedih. Mereka sangat iba kepada Kia, Kia tidak pernah menyangka hal ini akan terjadi. Selama ini Sakala selalu terlihat baik-baik saja, Kia tidak menduga bahwa kekasihnya akan pergi secepat ini.
Sakala Putra Pradana, dulunya dia anak yang sangat ceria. Memiliki banyak teman dan mudah bersosialisasi. Namun semua itu berubah saat tau dia mengidap penyakit berbahaya. Dia keluar dari sekolah dan memutuskan untuk homescholing.
Entah dorongan dari mana saat memasuki tingkat SMA dia meminta kepada orang tuanya untuk kembali bersekolah di sekolah umum. Dan Sakala yang dulu kembali lagi setelah mengenal Kia. Kia benar benar mengubah sikap Saka.
Jujur saja saat menjalin hubungan dengan Kia dia sangat khawatir. Dia mengkhawatirkan hal ini. Dia tidak bisa memberi tau Kia tentang penyakitnya, dia tidak mau orang yang dia sayang merasa khawatir dengan dirinya. Namun sepertinya Tuhan lebih menyayanginya, sebuah kekhawatiran diubah menjadi kesedihan. Setidaknya Kia tidak akan merasakannya dalam waktu lama.
***
Kia menutup kembali album foto yang sempat dilihatnya. Dia tersenyum kecil disertai dengan air mata yang menetes. Jujur dia merindukan Sakala-nya. Semua tentang pemuda itu dia masih sangat mengingatnya.
“Saka kamu pasti melihatku, kamu tidak merindukanku? Sungguh aku masih sangat merindukanmu sampai detik ini.”
Hampir empat tahun Sakala meninggalkannya, namun Kia belum bisa melepasnya. Perasaannya kepada Sakala masih sama, walau sekarang dia sudah bertunangan dengan orang lain.
“Kia.” panggil seseorang yang baru saja duduk di sebelahnya. Kia mengalihkan pandangan menatap orang di sampingnya. Dia tersenyum manis tetapi senyum itu tidak dapat menyembunyikan kesedihannya.
“Menangislah jika kamu ingin menangis! Aku akan memelukmu.” Kia menyenderkan kepalanya di bahu orang itu. Orang itu mengelus lembut kepala Kia.
“Kak Juna Kia minta maaf, hampir dua tahun kita menjalin hubungan tapi aku masih tetap sama.”
“Kamu masih mencintainya?” Kia mengangguk pelan. “Jangan berhenti!” Kia mengangkat kepalanya.
“Maksud kakak?”
“Jika itu kebahagiaan mu lakukanlah! Jika kita ditakdirkan bersama, akan ada saatnya kamu bisa menerima aku dan mencintai aku. Untuk saat ini biarkan aku mencintaimu seorang diri.” Kia kembali memeluk orang di hadapannya.
“Terima kasih kakak sudah menerima aku bahkan saat hati ini masih diisi oleh orang lain.”
“Selalu sayang, apapun untuk kamu.”
“Sakala walau diriku saat ini adalah milik kak Juna tapi jauh di dalam hati ku masih ada namamu, nama mu yang akan selalu aku ingat selama hidupku. Sakala, cinta pertama yang belum sirna, dan tak akan pernah sirna.”
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
Puisi Karya Dian Tyastika Putri (XI AKL 2)
Fatamorgana Skenario ini terlalu berbelit Kamu yang terbang sampai ke langit Aku, sungguh sulit Narasi hatiku menjerit Sapaanmu datang tanpa salam, dan pergi tanpa pamit A